anak-anak

anak-anak
saya ketika masih umur 9 tahun bersama adik saya selisih 4 tahun.

Senin, 09 Februari 2015

Kritik Sastra Cerpen Sandal Jepit Merah Karya S. Rais : Kemalangan Hidup Si Sandal Jepit Merah




Sigit Rais atau yang biasa kita kenal dengan S. Rais adalah salah satu sastrawan Indonesia yang berbakat. Beliau mulai menggoreskan penanya  pada tahun 1994. “Bendera Indonesia” adalah puisi pertamanya yang dimuat di tabloid anak-anak Fantasi pada 1994 dengan honor sebesar Rp10.000. Kemudian, sejak saat itu tulisan-tulisannya, baik berupa opini, pantun anak, dan puisi kerap menghias tabloid Fantasi dan Hoplaa. Pada tahun 2002, Beliau secara lebih serius menekuni dunia penulisan sejak kuliah di Program Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS UPI. Tulisan-tulisannya pun dimuat di Pikiran Rakyat, Radar Bandung, Bandung Post, Lampung Post, Gaul, BEN! Yogyakarta, buletin Literat, Dinamika & Kriminal, buletin Pawon Solo, majalah sastra dan seni Aksara, majalah Islam Message, majalah HAI, dan  majalah Cerita Kita. Banyak pula buah karyanya yang dibukukan misalnya, Antologi ON/OFF Cinta Pertama (Insist Press, 2005), Kumpulan puisi dan essai Ode Kampung (Rumah Dunia, 2006), 142 Penyair Menuju Bulan (KSSB, 2007), Kumpulan Cerpen Pentas di Atas Mimpi (Taman Budaya Jawa Tengah, 2008), Kumpulan Cerpen Turbulensi (Hasfa Arias, 2011), Solo dalam Puisi (2014), dan masih banyak lainnya.
Salah satu buah karya cepen S. Rais adalah Sandal Jepit Merah yang menceritakan sebuah kemalangan hidup seorang perempuan tua yang tinggal di sebuah gubuk reyot. Ia hanya hidup sebatang kara. Anak semata wayangnya yang bernama Zaenal Mutakin telah pergi menghadap sang kuasa. Ketika itu, Di suatu senja yang memerah, burung gagak bertengger di atap kamar kontrakannya. Berbondong-bondong para tetangga mendatanginya yang sedang memasak agar-agar untuk pangeran kecilnya. Pak RT memimpin rombongan sambil menggendong Zaenal mungil yang baru berusia empat tahun itu. Tubuh bocah itu kuyup. Matanya terpejam bagai putri tidur. Tangannya menggelantung lemas. Tak ada napas. Langit merah mulai menghitam setelah keriuhan dihantam lantunan adzan. Air mata membanjir. Zaenal mungil telah pergi dijemput malam. Sungai yang tenang di pinggir kampung terlalu dalam untuk direnanginya tadi siang. Saat ditemukan, tubuhnya telah mengambang bagai perahu. Di pinggir sungai, sepasang sandal jepit mungil berwarna merah darah kesayangan Zaenal mungil terbujur bisu.
Mimpi – mimpi sang ibunya tentang zaenal kecil sirna sudah. Mimpi tentang Zaenal yang kelak menjadi dokter, olahragawan, bahkan presiden telah hanyut bersama nyawa putranya. Hanya sebuah sandal jepit merah yang termangu di sampingnya. Setelah kejadian itu, Mamat, suami perempuan itu yang menyuntingnya dulu saat ia berumur lima belas tahun memarahi nya habis-habisan. Mamat mengusir perempuan tegar itu pergi dari sepetak kamar di pinggiran kota yang disewanya. Batapa pedih nya luka hati sang perempuan itu. S. Rais mampu menggambarkan suasana hati perempuan itu dengan gamblang. Sehingga pembaca seperti ikut merasakan apa yang dirasakan sang perempuan malang itu.
Perempuan itu adalah sosok yang tegar dan teguh pendirian. Perempuan itu tak pernah putus asa menjalani kehidupan dialasi sandal merahnya. Mungkin seperti itulah watak tokoh yang ingin  digambarkan S. Rais. Setelah kematian anaknya dan kepergian sang suami, perempuan itu gamang menentukan kelanjutan langkahnya. Ia hanya melangkah mengikuti helai demi helai angin yang sirna setelah menyapanya. Ia berjalan menyusuri kehidupan dialasi sepasang sandal jepit merah. Entah harus ke mana lagi. Hingga akhirnya setelah berpuluh-puluh tahun ia menggelandang, ia mendapat pekerjaan sebagai seorang pembantu rumah tangga. Tetapi bukan sebuah keluarga yang diurusinya, melainkan sebuah tempat jual beli narkoba. Bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia hitam yang dikutukinya dalam hati. Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban Tuhan pulalah yang telah menghantarkannya pada pekerjaannya saat ini. Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut sekaligus sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai pembantu gajinya sangat kecil.
Begitulah intrik kehidupan yang diceritakan melalui cerpen ini. Jika di bandingkan dalam dunia nyata sekarang ini, banyak orang yang rela mendapatkan uang dengan cara apapun. Entah itu orang miskin ataupun orang yang berada. Mereka tak peduli cara yang mereka gunakan halal ataukah malah sebaliknya, haram. Tujuan mereka hanya uang dan kebahagiaan dunia. Namun melalui cerpen ini, Rais dapat memperlihatkan tokoh perempuan sebatang kara yang tidak tergoda dengan uang dan kesenangan duniawi. Padahal hidup si tokoh perempuan itu sangatlah menyedihkan. Perempuan itu berpegang teguh pada pendiriannya untuk tidak terjun ke lembah hitam narkoba walaupun sampai masa tuanya ia tetap sengsara. Sang pengarang ingin menjelaskan bahwa sesusah apapun hidup kita, jangan pernah sekali-kali menembus jalan yang haram. Lebih baik sengsara di jalan yang benar daripada sengsara karena di jalan yang salah.
Dalam cerpen ini, pengarang begitu menghanyutkan para pembaca dengan rangkaian kata-kata yang begitu apik. Suasana tergambar dengan jelas. Kesengsaraan hidup si tokoh perempuan itu di kisah kan secara bertubi-tubi. Cerpen ini hanya fokus pada si tokoh perempuan itu. Tokoh lainnya seperti Mamat, Zaenal Mutakin, dan majikan hanya sebuah pelengkap rasa kesengsaraan hidup perempuan itu. Penggambaran watak tokoh disajikan melalui tutur kata dan perilaku sang tokoh. Rais juga mendetailkan watak tokohnya melalui ungkapan tulisanya. Hanya saja, alur yang di ceritakan kurang jelas. Tidak ada pembatas yang jelas antara sebuah kejadian  kini dan lampau. Namun kekurangan tersebut tertutupi oleh penyampaian lugas gaya bahasanya yang mampu menghantarkan pembaca ke dalam tiap unsur-unsur kehidupan yang tergambarkan. Sandal jepit merah. Sebuah motivasi yang menghantarkan untuk mengarungi kerasnya kehidupan. Walau telah rusak, sandal jepit merah harus diganti dengan sandal jepit merah yang baru lagi. Bagi perempuan itu, sandal jepit merah adalah semangat dari hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar