anak-anak

anak-anak
saya ketika masih umur 9 tahun bersama adik saya selisih 4 tahun.

Kamis, 08 Januari 2015

cerpen tema peringatan hari kartini



           
MALU

            Pemilihan pakaian bagi sebagian orang tidak terlalu penting apalagi bagi seorang anak laki-laki, mereka sering memakai pakaian yang seadanya. Begitu juga aku seorang anak laki-laki yang sedang mencari jati diri bernama Agus Arrahman tapi teman-temanku sering memanggilku dengan panggilan ’Gusar’ yang sering memakai pakaian seenak-nya. Namun mulai saat itu semuanya berubah. Senin 22 April, pada saat itu sekolahku mengadakan peringatan hari Kartini. Siswi perempuan diwajibkan memakai kebaya dan laki-laki menggunakan beskap.
***
            Waktu itu hari Sabtu, 2 hari sebelum hari peringatan hari kartini. Setelah waktu sekolah selesai aku langsung pulang , setelah sampai rumah aku lansung mencari ibuku, namun aku tidak menemukannya, “Mungkin ibuku  belum pulang.” pikirku. Karena ibuku belum pulang akhirnya aku pergi kerumah temanku untuk mengajak bermain game, maklum hari itu hari sabtu. Setelah 3 jam bermain aku memilih untuk pulang karena pikirku ibu sudah pulang.
            Setelah sampai rumah aku melihat ibuku sedang merawat tanaman di depan rumah. Tanpa berfikir panjang aku langsung meminta kepada ibuku untuk menyewakan beskap.
            ”Bu..hari seninkan ada kartinian, trus aku disuruh pakai beskap, tolong carikan beskap ya bu…” pintaku. “Kenapa gak nyari sendiri?” jawab ibuku,  
            “Kan biasanya di salon-salon banyaknya perempuan jadinya aku malu bu”
             “Yaudah nanti jam sore ibu carikan”  jawab ibuku sembari memindahkan tanah ke pot yang lebih kecil.
           
Akhirnya ibuku  malam harinya pulang dengan telah mendapatkan beskap. “Nih beskapnya,coba dulu siapa tahu kekecilan atau kebesaran”.  Aku hanya mengangguk sambil asik menonton tv.  Karena beskapnya harus memakai celana hitam dan aku tidak punya, akhirnya aku meminjam celana bapakku.
           
Pada saat hari senin, aku bangun kesiangan dan entah apa yang akan direncanakan oleh Tuhan, ibu dan bapakku juga bangun kesiangan. “Mas udah jam setengah enam cepet bangun!” teriak ibukku sambil mengetok pintu. Aku lansung bangun dan sedikit kaget dan lansung lompat dari kamar tidur dan lagsung ke kamar mandi untuk siap-siap.
           



Akhirnya jam 07.05 aku berangkat dari rumah, seperti biasa aku berangkat bersama ibuku, aku mengantarkan ibuku sebelum kesekolahku. Setelah sampai di sekolah ibuku seperti biasa cium  tangan,dan langsung menarik gas kemudiku karena memang sudah siang, namun setelah hampir sampai keselohku aku baru ingat, “Aduh…aku lupa bawa dompet,” di hari itu aku tidak bawa uang sepeserpun karena semua uangku kusimpan di dalam dompetku. Setelah sampai di parkiran montor sekolah tenyata masih sepi, “Huh..udah ngebut sampai ngos-ngosan ternyata masih sepi.” Gumangku dalam hati.
            Setelah memarkirkan montor aku langsung pergi ke kelas. Di depan perpustakaan, aku melewati anak kelas XI, setelah melewati mereka, terdengar suara cekikikan seperti mengejek. Aku hanya menoleh dan tersenyum sembari berjalan.
            Sesampainya di kelas tak jauh beda dengan di parkiran, yang datang belum ada separuh. Teman-temanku juga  cekikikan seperti apa yang dilakukan anak kelas XI di depan perpus. Aku bertanya kepada beberapa temanku di depan kelas,”Ada apa sih kok pada cekikikan?” tanyaku kepada temanku,”Gak ada apa-apa kok!” jawab Budi salah satu temanku dengan sinis sambil berjalan ke lapangan basket karena apel segera akan dimulai, hubunganku pertemananku dengan Budi akhir-akhir ini memang sedang regang.
Aku sangat bingung kenapa setiap orang hari ini menertawaiku. Dalam hati aku bertanya apa yang salah denganku hari ini,”Sepertinya tidak.” Jawabku dalam hati.
            Sesampainya di lapangan basket, kami harus menungu hingga seperempat jam karena petugas upacaranya belum datang. “puanas sekali..” celoteh salah satu temanku. Memang pada hari itu memang panas karena sudah jam setengah delapan dan kami memakai pakaian adat yang tentunya sangat panas. Akhirnya sepuluh menit kemudian apel dimulai dan berakhir tepat pukul delapan tepat. Setelah itu kami semuanya kembali kekelas dan masing-masing.
            Masih seperti pagi tadi, teman laki-lakiku masih tetap menertawai terutama Budi dan aku tidak tahu apa yang mereka tertawakan. “kerttt….” suara pintu yang dibuka dan muncul Miss. Niken, “yaaahhhh..” eluh semua, kami semua menginginkan untuk tidak pelajaran, namun pelajaran tetap saja dimulai. Hari ini bukan hariku karena sejak pagi tadi aku di hantui kesialan.
            Pelajaran satu per satu berlalu dan akhirnya sampai jam terkhir. Sementara aku menahan lapar sejak pagi karena aku lupa bawa dompet. Kami semua berharap pelajaran terakhir yaitu Bu Widya tidak masuk, namun Bu Wid (panggilan kami kepada Bu Widya) masuk walaupun hanya tersisa satu jam pelajaran.
            Di tengah-tengah pelajaran “Gus…sini maju kedepan!” perintah Bu Wid, yang seketika membangunkan ku dari tidurku di meja, walaupun sebenarnya aku belum tidur, aku hanya melamun saja namun aku sangat kaget dengan perintah Bu Wid tadi.
           
“Ya..bu..” jawabku dengan keadaan setengah sadar dan sambil memutar-mutar pulpen di tangan kiriku. Aku berjalan sangat pelan. “Sini cepat!” perintah Bu Wid lagi, dengan terpaksa aku mempercepat langkahku kedepan. Namun tiga  meter sebelum aku sampai di meja guru, tiba-tiba aku tersandung dan menjatuhkan pulpenku ke bawah papan tulis. Bu Wid hanya tersenyum.
            Disinilah kejadian yang sangat memalukan terjadi, karena pulpenku jatuh aku mengambilnya dengan posisi agak membungkuk, pada saat itu semua temanku tertawa lepas. Aku bingung apa yang mereka tertawakan. Bu Widpun ikut tertawa.
            ”Tuh pantat apa tomat raksasa” celoteh Budi,dia nampak senang sekali.
             “Ada apa sih?” tanyaku sambil kebingunggan.
            “Sini Gus!” sambil tertawa kecil.
            “Kamu tahu gak kenapa semuanya tertawa?” Tanya Bu Wid sambil masih menahan tawanya. Aku hanya menggoyangkan kepalaku dengan wajah kebingungan.
            ”Coba deh kamu lihat celanamu”, dengan masih kebingungan aku melihat celanaku lalu mengangkat kedua alisku ke Bu Wid.

            Masih dengan kebingunggan melihat belakang celanaku dan ternyata jahitan celana bagian belakang yang aku pinjam dari bapakku ternyata sobek dan memperlihatkan celana boxerku, “model baru nih, celana sobek pantat,” ”Wah pantatnya mekar tuh,” dan masih banyak lagi ejek temanku. Aku sangat malu dan mukaku langsung memerah. Namun Budi sangat senang sekali.
           
Sambil menahan malu aku baru sadar, dari pagi tadi banyak orang yang mengejekku ternyata celanaku sobek dan melihatkan pantatku yang katanya ’kemerahan’, walaupun terdengar sepele namun bagiku butuh waktu berbulan-bulan untuk memulihkan mentalku yang jatuh dari langit ketujuh ke samudra yang dalamnya tujuh lapis bumi.
            Setelah hari itu aku memilih untuk tidak berangkat dua hari untuk mempersiapkan mental di ejek teman-temanku saat aku berangkat nanti. Benar saja saat aku berangkat sekolah semua teman kelasku mengejekku dengan sangat puas. Mulai dari kejadian inilah aku sangat selektif dalam memilih apa yang aku kenakan.
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar